Menkeu: Belajar Ilmu Ekonomi Adalah Belajar Mengambil Keputusan

By Admin

nusakini.com--Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi kuliah Perdana bagi mahasiswa baru, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI) di Auditorium Gedung Dekanat FEB UI Kampus Depok pada Senin (28/08).

Ia memberi tiga prinsip dasar dari mempelajari ilmu ekonomi, yaitu pertama belajar mengambil keputusan, kedua opportunity-cost dan ketiga, marginal yaitu membuat keputusan yang tidak selalu berdasarkan azas efisiensi namun lebih ke manfaat yang lebih besar. 

“Kenapa kalian belajar ilmu ekonomi? By definition, dari Bahasa Yunani oikos nomos, mereka yang mengelola rumah tangga atau to manage the household. Di dalam mengelola atau managing artinya membuat keputusan atau decision seperti di dalam kehidupan sehari-hari. How people make decision itu adalah core ilmu pertama ekonomi. Decision di dalam ekonomi ada elemen-elemen yang khas. Setiap keputusan itu tidak bisa dibuat berdiri sendiri. There is always choice yang disebut trade-off,” terangnya. 

Ia mengingatkan bahwa trade-off harus diambil berdasarkan keputusan yang mempertimbangkan opportunity-cost (kesempatan-biaya) yaitu biaya dari mengambil suatu keputusan (dari) keputusan lain yang tidak bisa diambil agar tidak merugi. 

“Banyak orang menganggap trade-off itu biasa saja. Tapi di dalam ekonomi Anda dipaksa sadar dalam masalah trade off ini. What you are going to choose and apa yang Anda biarkan, tidak jadi diambil. Karena itu masuk pada prinsip kedua yaitu the opportunity-cost. Kesempatan biaya, yaitu biaya dari mengambil suatu keputusan (dari) keputusan lain yang Anda ngga bisa ambil,” jelasnya. 

Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa keputusan yang dipilih harus yang terbaik dari semua pilihan dengan membuat kompromi. 

“Makanya kalau Anda membuat keputusan, you have to make sure bahwa yang Anda pilih itu adalah is the best choice sehingga yang before go, yang dilewatkan atau yang tidak Anda ambil itu memang cost yang pantas. Kalau kita mengambil keputusan dalam konteks ilmu ekonomi, di satu sisi keinginan begitu banyak sementara kita dihadapkan dengan resource atau kendala. Kendala itu bisa uang, resource in general, capital, waktu, tenaga kerja, tenaga kita sendiri itulah constraint yang disebut scarcity yang mendikte kita untuk membuat decision,” paparnya. 

Selanjutnya, ia mengajak berpikir bahwa dalam mengelola ekonomi mikro dan makro dimana harus selalu dihadapkan dengan kelangkaan atau scarcity dari sumber-sumber terhadap pemuas kebutuhan. Di satu sisi harus ada yang dipertimbangkan selain opportunity-cost dan efisiensi yaitu marginal. Marginal adalah bagaimana orang memutuskan berdasarkan seberapa banyak tambahan manfaat yang bisa diambil dengan tambahan biaya yang ada. 

“Prinsip ketiga, ilmu ekonomi mengajarkan kita bahwa orang membuat keputusan itu bukan berdasarkan rata-rata nilai absolut, itu yang disebut marginal. Tambahan manfaat dibandingkan tambahan biayanya lebih banyak yang mana? Kalau tambahan manfaatnya lebih banyak walaupun ada biayanya, Anda tetap mengambil?,”tanyanya. 

Ia mengatakan bahwa kadang para pembuat kebijakan dalam mengambil pilihan harus dihadapkan dengan membuat pilihan yang sulit antara efisiensi atau pemerataan. Kadang permasalahannya bukan pada faktor teknis, namun dilemanya bisa dari sisi filosofi. 

“Ilmu ekonomi mikro dan makro is all about choices. Untuk negara misalnya anggaran untuk persenjataan atau anggaran untuk kesejahteraan constraintnya. Di dalam konteks ini, trade-off dan opportunity cost di dalam skala besar ilmu ekonomi kadang-kadang dua hal yang sangat penting. It is hard to make decision terutama bagi policy makers. Contohnya di dalam buku, efisiensi versus equality. Is it better cuma mengelola ekonomi mikir efisiensi saja? Yang satu how to best use the resource? Waktu, uang, tanah, modal. Pokoknya dipakai yang paling tinggi saja, paling besar paling, paling bagus hasilnya. That’s efisiensi. Tapi kalau kita pilih equality berarti kita ada compromise, muncul trade-off ada dimensi lain. Yang satu, dimensinya pemerataan, yang satu dimensi the maximum return. Kadang masalahnya tidak selalu masalah technical, dilemanya sometimes bisa phillosophycal. Oleh karena itu, kalian harus mulai melatih diri untuk mengenali pilihan. Kedua, kenali dimensi decision itu, why I make this decision?,” pungkasnya. (p/ab)